Wednesday, December 2, 2015

Book Review : Lovely Complex



Judul : Lovely Complex (Love Com)
Bahasa : Indonesia
Penulis : Aya Nakahara
Jumlah seri : 17
Penerbit : Elex Media Komputindo
Diterbitkan pertama kali : 2007

Blurb :
Risa Koizumi is the tallest girl in class, and the last thing she wants is the humiliation of standing next to Atsushi Otoni, the shortest guy. Fate and the whole school have other ideas, and the two find themselves cast as the unwilling stars of a bizarre romantic comedy duo. Rather than bow to the inevitable, Risa and Atsushi join forces to pursue their true objects of affection. But in the quest for love, will their budding friendship become something more complex? (Goodreads)


Risa Koizumi adalah anak perempuan tertinggi di kelas, sedangkan Atsushi Otani adalah anak lelaki terpendek di kelas. Berdua mereka dijuluki sebagai All Hanshin Kyojin, pelawak Jepang yang terkenal karena satunya tinggi dan lainnya pendek. Hari-hari Koizumi dan Otani penuh dengan pertengkaran dan saling ejek. Sampai suatu ketika, demi melepaskan diri satu sama lain dari julukan All Hanshin Kyojin, Koizumi dan Otani memutuskan untuk mencari pacar. Dan untuk itu mereka harus saling membantu satu sama lain.

Iya, ini manga, komik Jepang, shoujo manga. Anak sekolahan banget ya? Hahaha… *singkirkan akte kelahiran*. But seriously, this is my MOST favorite manga. Saya membaca komik ini pertama kali tahun 2007 (tahun dimana sebetulnya secara umur masih unyu udah termasuk kategori calon mama muda, tapi bacaannya masih ginian XD). Saking jatuh hatinya sama serial ini, sampai bela-belain ngoleksi ketujuh belas serinya, yang akhirnya hilang keselip entah dimana dengan sukses waktu pindahan setelah menikah. :'( Udah kepingin banget baca lagi dan ngoleksi serinya lagi, tapi nggak tahu harus beli di mana. Sampai takdir mempertemukan saya dengan mbak Fatma, sesama member Blog Buku Indonesia (bedanya beliau rajin banget sedang saya males banget, silakan kunjungi situs beliau yaaa) yang dengan baik hatinya bersedia dititipin beli serial ini. Kebaikanmu kan kukenang selalu, Pat (udah disebut yaa, udah ada creditnya ituhh…:p).

Risa, yang tingginya menjulang untuk ukuran orang Jepang (172 cm), versus Otani yang tingginya di bawah rata-rata anak lelaki normal seusianya (159 cm). Demi lepas dari ejekan teman sekelas, mereka pun memutuskan mencari pacar. Risa ingin pacaran dengan anak lelaki yang tinggi yang membuatnya tidak tampak seperti cewek raksasa, sebaliknya Otani ingin pacaran dengan anak perempuan mungil yang membuatnya tidak tampak seperti cowok cebol. Untuk memperlancar misi tersebut, mereka saling mendukung dan membantu satu sama lain.

Tapi, hati memang tidak bisa diduga ya? :) 

Biarpun pendek, Otani punya banyak hal keren. Satu-persatu Risa mulai menemukan sisi lain Otani itu, sisi keren Otani yang melampaui tinggi badannya. Dan bisa ditebak, Risa akhirnya jatuh hati beneran. Hal yang semula dia kira mustahil dilakukannya dalam hidup. Perjalanan cinta Risa sejak mulai menyadari perasaan sukanya pada Otani (yang awalnya setengah mati dia sangkal sampai akhirnya memutuskan untuk mengakui perasaan itu dan berjuang), kemudian Otani yang setengah mati bebal, sama sekali nggak menyadari (walaupun tak sampai sebebal NozakiNozaki mah kelewat-lewat bebalnya, sampai volume 3 sih, belom baca lanjutannya :D) digambarkan dengan manis di komik ini.

Saya bilang manis di atas, beneran manis lho. Saya ikut tertawa bersama Risa, deg-degan, sedih….dan ikut jatuh cinta sama Otani. Yaaa.. habis Otani keren banget sih, menurut saya. Keren karena dia selalu ada untuk Risa dengan caranya sendiri, keren karena tegas dan jujur, walaupun radarnya rada soak bin bego untuk urusan asmara. Tapi bukannya rata-rata cowok memang begitu ya? Yang berurusan sama saya sih, memang begitu, bwahahaha…. *dikeplak misuwah*.

Jangan bayangkan ini shoujo manga yang menye-menye dan penuh airmata karena luka hati dan cinta yang tak sampai ya. Justru yang menambah manisnya komik ini, adalah unsur komedi yang menurut saya lumayan maksimal. Sering banget saya ngakak tiap baca Lovely Complex, seri berapapun deh perasaan. Walaupun ada cinta tak sampai, walaupun ada penolakan, saya merasa Risa nggak pernah terpuruk-puruk amat, pada akhirnya dia bertahan dan memukul balik Otani. 

Dan lagi, tokoh Risa ini sedikit banyak rasanya saya paham apa yang dia rasakan dan pikirkan. I'm a tall person, not as tall as Risa but taller than average girls in class at high school, and I knew how it felt to be out-of-cutest-girl-league. Dan kebetulan jugak mantan-nya Mr. Coffeholic juga jauh amir tipenya dari saya, ahahak… :D Tapi toh it works well, even when everyone doubt it. Buktinya sampai berbuntut dua pun kami baik-baik saja, ahahak… :D Saya rasa perjuangan Risa worth the price, Otani memang layak diperjuangkan. Biarpun kecil mungil, tapi keren. Bukan keren gaya dan tampang doang ya (buat saya gaya keren mah gak terlalu berguna), tapi dia keren karena sifat dan sikapnya. :)



Pertengkaran mereka yang mewarnai 17 seri, dalam sedih ataupun senang, saat bertepuk sebelah tangan atau berbalas, justru membuat saya yakin bahwa mereka berdua akan baik-baik saja. Bukankah hal terbaik dari menyukai seseorang adalah ketika kita bisa menjadi diri sendiri? Seperti kata Risa, "Asal ada cinta, semuanya akan baik-baik saja."

Thanks, Aya Nakahara for making this manga. Saya rekomendasikan komik ini buat kalian yang menyukai shoujo manga dengan cerita romance comedy, dan juga buat kalian yang masih galau bertanya-tanya, apakah mungkin orang yang punya tipe jauh berbeda bisa terhubung oleh takdir ;p. For this series, I gave 4 stars out of five. :)


post signature

Wednesday, August 26, 2015

Book Review : Urara


Judul : Urara
Bahasa : Indonesia
Penerbit : MNC
Tebal : 176 halaman
Diterbitkan pertama kali : 18 Februari 2015

Mine Sonoda adalah wanita berusia 29 tahun, menikah, dan berkarier mapan sebagai editor majalah fashion terkemuka di Tokyo. Sampai suatu hari ia mengalami goncangan dalam kehidupannya yang tenang: suaminya berselingkuh dan mereka pun bercerai. Mine Sonoda yang terguncang kemudian memutuskan untuk berlibur ke Pulau Urara, pulau kecil yang santai, hangat dan jauh dari hiruk pikuk kota besar. 
Di Urara, Mine tinggal di resort merangkap restoran milik sahabatnya. Dalam kesedihannya, Mine bertekad untuk tidak berhubungan dengan lelaki manapun. Namun takdir mempertemukannya dengan Ayuto Kubo dan Takuya Hamazaki, dua lelaki yang mengisi hari-hari Mine di Urara.

Sebenarnya sudah agak lama saya membeli komik ini, itu pun minus jilid 1 karena di Gramedia keburu habis. Jadi saya hanya memiliki buku 2, 3 dan 4. Mungkin itu sebabnya saya jadi malas-malasan waktu membaca komik ini pertama kali. Langsung baca mulai jilid 2 itu rasanya kok kaya ada sesuatu yang putus, nggak nyambung, nggak dapat feelingnya :D Yaa, karena itu tadi, tidak tahu isi jilid 1 nya. Saya berhenti di buku 2.
Tapi kemudian, entah bagaimana, saya mendapatkan hidayah untuk membaca kembali buku ini. Ok, I'll give it a try. Saya mencoba untuk re-read. Tanpa diduga, di momen kedua ini saya bisa menikmati Urara. Mungkin harus sesuai dengan mood kali ya, mood nya kemarin sedang pingin baca cinta monyet ala shoujo manga. Sedangkan Urara menurut saya tidak masuk ke dalam kategori shoujo, melainkan josei manga.
Josei manga, adalah manga dengan target pembaca wanita yang lebih dewasa dibandingkan shoujo manga. Karena perbedaan target pembaca itulah, Urara menuturkan tentang kisah yang menurut saya lebih realistis dibanding dengan cerita cinta full romantisme yang bikin deg-degan dan histeris kyaa! kyaa! seperti yang sering saya baca di komik-komik shoujo.

Mine Sonoda yang ibaratnya dalam posisi "hancur lebur" karena diselingkuhi dan bercerai dengan suaminya, memperoleh ketenangan dan kehangatan dalam kehidupan barunya di Urara yang jauh dari hiruk pikuk kota besar. Di Urara, Mine membangun kembali hidupnya. 

Walaupun bertekad untuk tidak berhubungan dengan pria, tapi kehadiran Ayuto Kubo (Ayu), putra kedua pemilik perusahaan pertanian di Urara dan Takuya Hamazaki, koki yang bekerja di restoran sahabatnya, mulai memasuki hati Mine. Ayu yang ramah dan ceria, terang-terangan mengungkapkan rasa sukanya pada Mine. Mine yang merasa nyaman dengan Ayu akhirnya pun mencoba kembali untuk menjalin hubungan. Walaupun Mine telah bersama dengan Ayu, namun ada bagian dari dirinya yang ia tidak mengerti, yang masih terus memikirkan Hamazaki, padahal Hamazaki sendiri sudah punya pacar.

Cerita cintanya sih sebenarnya biasa saja, bisa ditebak dan tema percintaan dua pria-satu wanita ini sudah sering diangkat. Yang menarik bagi saya justru perubahan diri Mine. Pergolakan yang dialaminya, pengalamannya dan hidup baru yang dijalaninya di Pulau Urara, kemudian orang-orang di sekitarnya, bersama dengan pertanyaan dan pemikiran Mine untuk dirinya sendiri, telah mengubah Mine yang terpuruk menjadi Mine yang baru dan berarti. Mine Sonoda pada akhirnya mengambil langkah berani, keluar dari zona nyaman kehidupan lamanya, dan memutuskan sesuatu yang sama sekali baru untuk hidupnya.

Pada akhirnya saya kagum pada keberanian dan kesungguhan Mine untuk menjalani hidup barunya. Melihat tekad Mine, orang-orang yang mendukungnya, Pulau Urara, dan tentu saja lelaki yang pada akhirnya dipilih Mine (hehehe... siapakah Mr. X ini silakan baca saja yaa.. ;)), saya merasa Mine pasti akan berhasil dan berbahagia. Ganbatte, Mine!

Untuk buku ini, saya memberi rating tiga setengah bintang. Buku ini direkomendasikan untuk anda yang ingin membaca manga dengan cerita yang lebih realistis dan dewasa, dibanding percintaan super romantis anak SMA. :)
 
post signature

Saturday, August 1, 2015

Book Review : Alice in Wonderland


Judul : Cerita Bergambar Disney Alice in Wonderland
Bahasa : Indonesia
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Tebal : 38 halaman
Diterbitkan pertama kali : Oktober 2011


Suatu hari di musim semi yang cerah di taman, seorang gadis bernama Alice duduk di pohon. Kakak perempuan Alice membaca buku. Alice ingin membuat kalung bunga. Alice bosan. Ia ingin mengunjungi dunianya sendiri.

"Duniaku adalah tempat penuh keajaiban," kata Alice.


Alice in Wonderland adalah salah satu cerita klasik paling terkenal yang ditulis Lewis Carroll pada tahun 1865. Kisah ini menceritakan tentang seorang anak perempuan bernama Alice yang terjatuh ke dalam lubang kelinci dan masuk ke dalam dunia fantasi yang penuh makhluk ajaib. Kali ini, kisah klasik Alice diterbitkan dalam bentuk cerita bergambar dwibahasa (Inggris-Indonesia) untuk anak.


Saya (Najwa sih, maksudnya :p) mendapatkan buku ini sebagai hadiah dari tantenya yang datang berkunjung saat Lebaran kemarin. Terus terang saya belum pernah membaca cerita Alice secara utuh, hanya pernah baca sepotong-sepotong, nonton filmnya juga tidak pernah full, mengikuti serinya juga tidak sampai selesai, jadi seperti apa kisah Alice sebenarnya, saya tidak terlalu paham. Saya hanya tahu dia nyemplung ke lubang kelinci, lalu masuk ke dunia fantasi yang penuh makhluk ajaib, lalu ujug-ujug bisa balik lagi ke dunia nyata. Apa yang terjadi selama nyemplung itu, saya tidak terlalu paham. Jadi pas buku ini diterima Najwa, yang kemudian mengajak saya baca bareng, ya dengan senang hati maknya ini pun ikutan membaca mendengar pendongeng cilik membacakan kisahnya.


Cerita dimulai dengan Alice dan kakaknya yang sedang duduk-duduk di taman. Kakaknya sibuk membaca buku, sedangkan Alice yang disergap rasa bosan sibuk berkhayal tentang dunia fantasi penuh keajaiban yang ingin ia kunjungi. Di tengah lamunannya, tiba-tiba di hadapan Alice melintas seekor kelinci dengan jaket, celana panjang dan jam besar. Alice yang penasaran kemudian mengikuti kelinci itu, turut memasuki lubang dan terjatuh ke dalamnya. Saat itulah, Alice masuk ke dalam dunia lain, dunia penuh makhluk ajaib dan hal-hal aneh, sebagaimana ia inginkan. 


Dalam buku setebal 36 halaman ini, kisah Alice dituturkan dengan lebih sederhana namun tetap mengalir dengan baik. Di buku ini, Alice bertemu dengan pintu ajaib yang bisa berbicara, Tweedledee dan Tweedeldum yang suka menyanyi, Cheshire Cat yang bisa menghilang, Ratu Hati, dan tokoh-tokoh lainnya. 


Karena buku ini ditujukan bagi anak-anak, maka cerita pada setiap halaman dibuat sederhana dengan kalimat yang tidak terlalu panjang untuk mempermudah anak-anak memahami isi cerita. Walaupun demikian, kisah Alice dalam buku ini tetap menarik dan mengalir dengan baik. Sebagaimana disebut dalam pengantar buku ini, bahwa buku yang terlalu rumit bisa memadamkan semangat belajar anak, sementara yang terlalu mudah/sederhana membuat mereka bosan.


Selain ceritanya yang mudah untuk dinikmati, ada juga hal-hal yang bisa menjadi bahan diskusi dengan anak, misalnya di akhir cerita dimana Alice menyimpulkan bahwa memiliki dunianya sendiri tidaklah semenyenangkan yang ia kira, dan ia bahagia kembali ke rumah. Bisa juga mendiskusikan berbagai karakter tokoh-tokohnya, misalnya Ratu Hati yang mudah marah dan tidak mau mendengarkan.


Buku ini saya rekomendasikan bagi anda yang mencari bacaan untuk anak. Untuk buku ini saya memberikan rating tiga bintang.


post signature

Tuesday, March 10, 2015

Book Review : Twenties Girl



Judul : Twenties Girl (Gadis Charleston)
Pengarang : Sophie Kinsella
Bahasa : Indonesia
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Tebal : 564 halaman
Format : Paperback
Diterbitkan pertama kali : 21 Juli 2009

Lara memang selalu punya daya imajinasi tinggi. Tapi dia mulai bertanya-tanya apakah dirinya sudah gila ketika didatangi arwah bibi ayahnya yang baru saja meninggal. Arwah Sadie tidak seram sih, tapi selain doyan dansa Charleston, gadis 23 tahun itu nekat dan punya banyak tuntutan. Permintaan terakhirnya: Lara harus mencari kalung yang harus, HARUS, dipakainya.

Padahal Lara sendiri sudah punya banyak masalah. Perusahaannya masih baru, tapi mitra bisnisnya kabur ke Goa, dan pacarnya baru saja meninggalkannya.
Namun, selama Lara melewatkan waktu bersama Sadie, hidupnya jadi glamor, dan pencarian mereka malah menghasilkan sesuatu yang menggelitik dan romantis. Dapatkah Sadie membantu Lara---dan bagaimana makna kedua gadis itu bagi satu sama lain?
 


Untuk kesekian kalinya saya membaca tulisan Sophie Kinsella lagi. Ini buku keempat karyanya yang saya baca. Saya menyukai karakter-karakter Sophie, walaupun kadangkala too stupid to be alive, tapi mereka selalu punya ciri khas sendiri, mandiri, dan entah bagaimana pada akhirnya selalu punya jalan keluar dari masalah yang mengurung mereka. Yaa, walaupun khas chicklit, bahwa cewek-cewek ini meskipun nampak bego namun pada dasarnya cakep, dan selalu bisa menggaet cowok-cowok keren. Kind of cinderella story, in a little bit more reasonable way.

Twenties Girl bercerita tentang Lara Lington, yang tengah dirundung masalah bertubi-tubi. Lara patah hati berat karena ditinggalkan Josh, mantan pacar yang menurut Lara sangat dicintainya dan sebenarnya mencintainya juga. Lalu ia juga ditinggalkan mitra kerja dalam usaha yang baru dirintisnya. Seakan belum cukup, muncul Sadie Lancaster, hantu bibinya yang telah meninggal dan mulai merongrong kehidupannya.

Sadie Lancaster, yang meninggal pada usia 105 tahun, muncul dalam wujud seusia 23 tahun, sebaya Lara. Hantu Sadie muncul membawa serta suasana tahun 20-an, masa ketika ia seusia itu. Sadie, yang hanya bisa dilihat oleh Lara, memaksa Lara mencari kalung capungnya yang hilang sebelum ia "pergi". Lara tidak punya banyak waktu, karena jenazah Sadie sudah berada di rumah duka dan siap dikremasi. 

Walaupun banyak ketidakcocokan dan pertengkaran karena sifat Sadie yang ceplas-ceplos, seenaknya sendiri dan tukang memaksa, mereka akhirnya justru menjadi sahabat. Bersama Lara, tanpa disadari Sadie melakukan banyak hal, menyelamatkan perusahaan saat berada di ujung tanduk, mempertemukan Lara dengan cowok baru (ya, walaupun sebenarnya sih, Sadie menemukan cowok itu untuk dirinya sendiri, tapi kan ia butuh bantuan Lara untuk berkencan dengan cowok itu), memaksa Lara berdandan ala 20-an yang sukses membuat saya tertawa. Lara pun sama, rasa terganggunya lama-kelamaan berubah menjadi rasa sayang kepada Sadie, yang mendorong Lara melakukan pencarian dan akhirnya membuka tabir rahasia besar tentang Sadie.

Suasana 20-an yang dibawa Sadie terasa kental menjadi bagian dari cerita. Saya jadi sedikit tahu fashion tahun 20-an, dan dansa yang ngehits di masa itu yang jadi kegemaran Sadie, yaitu dansa Charleston. Termasuk cara berdandan di masa itu yang sedikit digambarkan saat kencan pertama Lara dan Ed, cowok baru yang ditemukan Sadie. Kita patut bersyukur bahwa teknologi sudah sampai pada tahap seperti ini, sehingga tidak perlu menghanguskan rambut hanya untuk menjadikannya "bergelombang marcel" (yang dilakukan Sadie kepada Lara dengan paksaan).



Fashion tahun 20-an yang didominasi gaun berpotongan pinggang rendah dan hiasan kepala. 
Picture taken from here.




Dansa charleston kesukaan Sadie. Picture taken from here.


Tidak seperti buku Kinsella (dan chicklit) yang lainnya, Twenties Girl lebih memfokuskan diri pada hubungan Lara dan Sadie dibandingkan mereka dengan kisah cinta masing-masing. Kisah Lara dan Sadie dituturkan dengan manis, jujur, menyentuh, dan kocak. Bagian akhir membuat saya lebih bersemangat membaca, ketika sedikit demi sedikit rahasia besar Sadie terungkap. Di antara ketiga buku lainnya, bagi saya ini buku Kinsella paling menarik yang saya baca.

Untuk Twenties Girl, saya memberikan rating empat bintang. Review ini diikutsertakan dalam TBRR Pile's Reading Challenge.


post signature

Monday, February 23, 2015

Reading Challenge 2015 Master Post

Memasuki tahun 2015, dan sejalan dengan resolusi baca buku tahun 2015 yang gak seberapa itu :D, taun ini saya bergabung lagi dengan reading challenge (RC) yang di-host teman-teman sesama blogger buku. Walaupun di tahun lalu RC saya "jongkok" semua alias kacrut (kecuali goodreads reading challenge, satu-satunya yang berhasil saya penuhi :D). Tahun ini saya nggak ikut banyak-banyak RC, yang penting bisa dijabanin :D dan mudah-mudahan lancar, konsisten sampai akhir tahun, aamiin.


Picture taken from here


1. New Authors Reading Challenge 2015 (NARC)

RC ini di-host oleh Ren, teman BBI yang sudah langganan nge-host NARC ini dari tahun ke tahun. RC ini fokus di buku karya pengarang baru yang belum pernah dibaca sebelumnya. Untuk tahun ini ada perbedaan NARC dibanding tahun sebelumnya, yaitu adanya kategori tambahan :

a. What's in a Name: Baca buku karya pengarang baru dengan nama tokoh di judulnya. Baca minimal 6 (enam) judul buku dalam setahun.

b. Genre 101 : Baca buku karya pengarang baru dengan genre - genre ini. Silakan pilih minimal 12 (dua belas) genre dan baca minimal 1 (satu) judul buku untuk tiap genre yang dipilih. Maksimal genre yang diambil dan buku yang dibaca tiap genrenya tidak dibatasi.

Jenis genre:
Fantasy, Contemporary Romance, Thriller, New Adult, Religion/Spiritual,  Erotica, Asian Lit, History (boleh fiction ataupun romance), Urban Fantasy, Children Lit, Mystery/Crime, Steampunk, Humor, Sport, Young Adult, Science Fiction, Paranormal Romance, LGBT, Horror, Dystopia,  Holiday, Classic, Chiclit, Music, Travel, Biography, Adventure, Women Fiction.

Total minimal buku yang dibaca: 12 (dua belas) buku

c. Girl Power! : Baca buku karya pengarang baru dengan karakter utama wanita yang kuat, mandiri, cerdas, well, silakan tentukan karakteristik tokoh utama yang masuk dalam kategori ini ;). Baca minimal 6 (enam) judul buku dalam setahun.

d. Ebook Lover: Untuk kamu yang pecinta ebook. Baca minimal 6 (enam) judul buku karya pengarang baru dengan format ebook dalam setahun.

e. Series Addict: Yang ingin mencoba seri buku baru. Baca minimal 6 (enam) judul buku yang merupakan buku pertama dari seri karya pengarang baru dalam setahun. Terkait dengan kategori ini, tetap mengacu ke rules no 7 :). Hanya buku pertama saja dari seri oleh pengarang yang berbeda yang dibaca ^^. Semoga jelas yaaa

f. Support Local Author: Mari baca buku karya pengarang baru dari negara kita tercinta, Indonesia! :D Baca minimal 6 (enam) judul buku dalam setahun
Nah, untuk NARC ini saya mengambil level Easy (1-15 buku) dengan kategori tambahan Ebook Lover dan Support Local Author.

http://renslittlecorner.blogspot.com/2015/01/new-authors-reading-challenge-2015.html



2. 2015 TBRR Pile Reading Challenge

RC kedua yang saya ikuti adalah To-Be-Read-and-Review (TBRR) Pile Reading Challenge yang di-host oleh Mbak Inge. Ini maksudnya adalah dalam rangka membabat timbunan saya yang sebenarnya ndak seberapa itu dibandingkan dengan suhu-suhu blogger buku lainnya. Walaupun hanya "segitu" itupun nggak habis-habis dan malah cenderung tertimbun tambah tinggi :D Dasar emang suka gak nahan beli buku baru.

RC ini bertujuan membaca buku-buku yang ada dalam timbunan kita. Buku yang dibaca adalah buku terbitan tahun 2014 ke bawah. Jadi buku yang terbit tahun ini tidak dihitung.

http://bacaaninge.blogspot.com/2015/01/2015-tbrr-pile-reading-challenge.html


Jadiiii...itulah daftar RC yang saya ikuti tahun ini di luar RC Goodreads. Semoga tahun ini jagat perbacaan berpihak pada saya, sehingga bisa memperbaiki kekacrutan tahun sebelumnya :D.


post signature

Saturday, February 7, 2015

Book Review : Walking After You


Judul : Walking After You
Pengarang : Windry Ramadhina
Bahasa : Indonesia
Penerbit : GagasMedia
Tebal : 328 halaman
Format : Paperback
Diterbitkan pertama kali : 13 Desember 2014


Masa lalu akan tetap ada. Kau tidak perlu terlalu lama terjebak di dalamnya.

Pada kisah ini, kau akan bertemu An. Perempuan dengan tawa renyah itu sudah lama tak bisa keluar dari masa lalu. Ia menyimpan rindu, yang membuatnya semakin kehilangan tawa setiap waktu. Membuatnya menyalahkan doa-doa yang terbang ke langit. Doa-doa yang lupa kembali kepadanya.

An tahu, seharusnya ia tinggalkan kisah sedih itu berhari-hari lalu. Namun, ia masih saja di tempat yang sama. Bersama impian yang tak bisa ia jalani sendiri, tetapi tak bisa pula ia lepaskan.

Pernahkan kau merasa seperti itu? Tak bisa menyalahkan siapa-siapa, kecuali hatimu yang tak lagi bahagia. Pernahkah kau merasa seperti itu? Saat cinta menyapa, kau memilih berpaling karena terlalu takut bertemu luka.

Mungkin, kisah An seperti kisahmu.
Diam-diam, doa yang sama masih kau tunggu.

Setelah sekian lama lebih banyak membaca buku luar atau terjemahan, ini adalah novel karya pengarang lokal pertama yang kembali saya baca. Saya memilih buku Windry Ramadhina karena rekomendasi rekan-rekan yang sudah membacanya, dan menurut mereka buku-buku Windry termasuk bagus.

Lalu bagaimana kesan saya setelah menyelesaikan buku ini? Sebagaimana banyak reviewer di Goodreads menuliskan kesan mereka : manis, manis, manis dan hangat. Ini adalah kisah yang manis, saya menikmati membuka setiap lembarnya dan merasakan hangat di dalam hati saat membacanya. Di beberapa bagian membuat saya tersenyum, di bagian lain saya turut merasakan pilu dan rasa bersalah dari masa lalu yang menghantui tokoh utamanya.

Ini adalah cerita tentang Anise (An), satu dari dua bersaudara kembar yang hidupnya terus-menerus dihantui rasa bersalah dari kecelakaan yang menimpa mereka dan merenggut nyawa Arlet, saudara kembarnya. Rasa bersalah itu membuat An melepaskan impiannya menjadi koki masakan Italia dan memilih mewujudkan impian saudara kembarnya untuk menjadi koki kue. Keadaan kian rumit karena An dan Arlet jatuh cinta kepada lelaki yang sama.

Novel ini adalah tentang bagaimana melepaskan masa lalu. Bukan dengan melupakannya, tapi dengan menerima dan memaafkan diri sendiri. Karena hanya dengan cara itu kita bisa melangkah maju menuju masa depan.

Tokoh favorit saya? Ooww...tentu saja Julian. Koki kue di Afternoon Tea, atasan An, yang bertampang dan bertingkah seperti tokoh-tokoh cowok di Drama Korea; yang kelewat serius, suka marah-marah, hobi menyembunyikan perasaan, tapi sebenarnya punya hati yang manis sekaliiiiii... :D

Saya menyukai cara bertutur Windry Ramadhina dalam buku ini, menggunakan bahasa Indonesia yang baku. Terus terang saya lebih menyukai cerita yang ditulis dengan Bahasa Indonesia baku daripada yang bertaburan bahasa gaul macam "gue" atau "loe". Mungkin saja selera saya itu dipengaruhi dari latar belakang yang tidak berasal dari ibu kota, sehingga bahasa-bahasa gaul Jakarta itu terasa sedikit aneh di telinga saya. :D

Setelah membaca buku ini, saya jadi tertarik untuk membaca buku Windry yang lain. Untuk Walking After You, saya memberikan rating empat bintang.

Review ini diikutkan sebagai bagian New Author Reading Challenge 2015 kategori Support Local Author.

Wednesday, January 7, 2015

Happy New (Reading) Year 2015

Original artwork by Grace Ahmed.

2014 was a good reading year for me. Ada beberapa hal baik yang terjadi di tahun 2014, dan saya bersyukur karenanya. :)

1. Tahun 2014 adalah tahun saya mulai serius membaca buku setelah lama meninggalkan kebiasaan ini dan beralih ke majalah/tabloid, film, dan hobi-hobi saya yang lainnya (kebanyakan hobi sih sebenernya, tapi kurang waktu :D).

2. I completed my 2014 Goodreads reading challenge! Woohoo! Nggak banyak sih, tapi lumayan lah untuk saya memulai lagi. Ada 14 buku yang selesai saya baca dan saya review. Reading challenge ini adalah resolusi tahun 2014 saya yang berhasil dicapai, di antara resolusi-resolusi lain yang kacrut dan bubar jalan. :D

3. Saya membuat blog khusus buku ini di akhir tahun 2013, jadi hitung saja sebagai pencapaian tahun 2014 ya :D dan walaupun sempat angin-anginan, alhamdulillah lumayan terisi postingannya dibanding blog yang satunya lagi, yang mungkin sudah mulai lumutan. :D

4. Resmi terdaftar sebagai anggota komunitas Blog Buku Indonesia (BBI) setelah berproses selama hampir setahun :D. Sungguh menyenangkan bergabung dengan komunitas yang isinya pecinta buku semua ini (literally, I mean). Walaupun ada potensi risiko yang mengiringi, yaitu risiko menambah timbunan (buku), karena sejauh saya mengamati selama ini, rata-rata member BBI itu punya hobi menimbun. :D

Dan untuk tahun 2015, ada beberapa hal yang ingin saya lakukan :

1. Ikutan reading challenge lagi tentunya. Tahun ini saya mengikuti reading challenge Goodreads lagi, dan satu reading challenge dari sesama rekan BBI. Target Goodreads reading challenge tahun ini saya naikkan menjadi 30 buku. Targetnya tidak muluk-muluk, sembari mengukur kemampuan, itu juga sudah dua kali lipat dari tahun sebelumnya. Makanya saya salut pada teman-teman yang target RC nya segunung dan berhasil tercapai. *nyembah* sama suhu-suhu BBI yang target RC nya sampai 100 buku

2. Membuat review dari buku-buku yang saya baca. Bacanya sih enak, bikin reviu-nya yang kadang harus menunggu hidayah :D

3. Membaca lebih banyak buku Bahasa Inggris. Tahun lalu saya berhasil membaca sampai selesai sekaligus mereview beberapa buku berbahasa Inggris. Tahun ini saya ingin menambah jumlahnya. Walaupun kadang harus tertatih-tatih sambil buka-buka kamus :D

4. Membaca lebih banyak ebook. Ini dalam rangka mengurangi timbunan paperback yang sudah kehabisan tempat di rumah. Tahun kemarin saya mulai membaca dalam format ebook, dan "Eh, ternyata enak juga baca ebook." Jadi keterusan deh.

5. Mulai menulis cerita saya sendiri. Ini cita-cita jaman katrok yang hanya jadi wacana saja dan belum pernah terealisasi. Ya, paling tidak masuk dalam resolusi tiap tahun lah, minimal ada niatnya dulu :D

dan yang terakhir,

6. Walaupun tidak ada hubungan langsung dengan buku, di tahun 2015 ini saya ingin menjadi istri, ibu, dan orang yang lebih baik lagi secara fisik dan mental (maksudnya, secara pembawaan pribadi dan sikap budi pekerti) :D 

Semoga tahun 2015 menjadi tahun yang berlimpah keberkahan bagi kita semua. 




Happy New (Reading) Year 2015!


post signature

Sunday, January 4, 2015

Book Review : Where'd You Go Bernadette


Judul : Where'd You Go, Bernadette

Penulis : Maria Semple
Bahasa : Inggris
Penerbit : Back Bay Books
Tebal : 326 halaman
Format : Ebook
Diterbitkan pertama kali : 2013


The first annoying thing is how, anytime I ask Dad what he thinks happened to Mom, he always says, "The most important thing is for you to understand it's not your fault." You'll notice that wasn't even the question. When I press him, he says the second annoying thing, "The truth is complicated. There's no way anyone can ever completely know everything about another person."

Mom disappears into thin air two days before Christmas without telling me? Of course it's complicated. Just because it's complicated, just because you think you can't ever know another person completely, it doesn't mean you can't try.

It doesn't mean I can't try.

Review 

Where'd You Go Bernadette adalah buku terakhir yang saya baca di tahun 2014 sekaligus penutup Goodreads Reading Challenge, yang alhamdulillah biar targetnya cuman dikit tapi completed. Yang berat adalah ngumpulin niat buat ngereviu. :D

Where'd You Go Bernadette bertutur tidak dengan narasi novel pada umumnya, melainkan melalui serangkaian email, surat, artikel, memo dan korespondensi lainnya. Seperti Every Boy's Got One-nya Meg Cabot yang bercerita melalui Blackberry dan PDA.

Meet Bernadette Fox, arsitek pemenang penghargaan yang tinggal bersama suaminya, Elgin Branch, jenius pemimpin project besar di Microsoft, dan Bee Branch, anak perempuan remaja mereka - juga jenius - yang duduk di tahun terakhir menjelang kelulusan sekolah Galer Street. Meskipun arsitek pemenang penghargaan, namun mereka tinggal di rumah tua bobrok.

Sebagai orang tua Bee yang notabene merupakan siswa Galer Street, Bernadette tidak rukun dengan ibu-ibu orang tua murid lainnya, saking sebalnya dia bahkan menjuluki mereka sebagai "gnats" karena menurutnya “they’re annoying, but not so annoying that you actually want to spend valuable energy on them.” 

Kecenderungannya menghindari orang-orang ternyata tidak hanya untuk ibu-ibu Galer Street saja. Bernadette juga menghindari orang-orang lainnya. Bernadette mengidap agoraphobia, yaitu phobia yang ditandai dengan kecenderungan seseorang menghindari tempat terbuka atau tempat publik dan pertemuan dengan orang-orang.

Bee Branch, yang akan lulus dari Galer Street dengan nilai sangat memuaskan, dan berencana melanjutkan ke sekolah asrama eksklusif Choate, meminta "hadiah" kepada kedua orangtuanya, yaitu perjalanan wisata keluarga ke Antartika. Perjalanan itu sendiri mendatangkan masalah bagi Bernadette yang tidak menyukai travelling dan cenderung menghindari pertemuan dengan orang lain. Bahkan saking tidak sukanya harus berurusan dengan orang lain, untuk keperluan sehari-hari (sampai memesan makanan, membeli pakaian, membayar tagihan) dan termasuk untuk mempersiapkan tetek bengek perjalanan itu, Bernadette mempekerjakan virtual assistant di Delhi, India (Bernadette tinggal di Seattle!) untuk mengurus semuanya.

Masalah Bernadette tidak hanya itu. Audrey Griffin, tetangga sekaligus "musuh bebuyutan" yang juga tokoh ibu-ibu Galer Street (tipe yang banyak terlibat dengan komunitas orang tua, aktif di kegiatan sekolah) selalu membuat masalah dengannya (kalau dalam versi Audrey, Bernadette lah si pembuat masalah). Perseteruan dengan Audrey menjadi kian runyam ketika lereng bukit rumah Bernadette longsor menimbun rumah Audrey tepat ketika Audrey menjadi tuan rumah acara penting pertemuan orang tua murid Galer Street.

Puncaknya adalah ketika Elgin Branch (Elgie) suaminya merasa kelakuan Bernadette sudah kelewatan. Elgie curiga istrinya menderita masalah psikologis, ia kemudian meminta bantuan psikiater. 

Dalam kecarut-marutan itu, Bernadette menghilang, lenyap tak diketahui rimbanya. Bee kemudian berusaha menyusun kepingan puzzle dari surat-surat, email, artikel dan dokumen yang didapatnya, dengan satu tujuan : mencari ibunya.

Penulisan dengan naskah berbentuk susunan surat/korespondensi semacam ini dikenal dengan epistolary. Keuntungan Maria Semple menyusun novel dengan format demikian adalah penulis dapat bercerita dari berbagai sudut pandang tergantung siapa karakter yang saat itu sedang bertutur melalui surat. Walaupun demikian, tidak seluruh buku ini ditulis dalam bentuk epistolary, karena bagian akhir buku ini kembali pada format penulisan konvensional.
Where'd You Go Bernadette menjadi unik karena sifat eksentrik Bernadette itu sendiri, yang quirky, blak-blakan dan cenderung satir. Walau demikian satirisme itu ditulis dengan kocak dan menghibur. :D

Setting yang melatari buku ini juga cukup luas dan beragam, mulai dari kota Seattle, Antartika, hal-hal terkait arsitektur, sampai penggambaran Maria Semple tentang Microsoft yang cukup detil membuat saya berpikir, kalau bukan pengalaman pribadi penulisnya, pasti ia melakukan banyak riset untuk menulis buku ini.


Bernadette, diambil dari website penulisnya. Jadi pingin punya boneka ini :D

Buku yang ngehits dan mendapat banyak ulasan baik ini memang menarik. Tapi ada bagian yang membuat saya 'ngambek' dan sempat malas meneruskan membaca (dan menurunkan ratingnya versi saya) yaitu di bagian Elgie punya affair dengan wanita lain. Bisa-bisanya gitu loh, apalagi si perempuan yang jadi selingkuhan itu 'enggak banget' menurut saya. Gak ngerti deh, apa yang dilihat Elgie dari cewek itu *sebel* :(. 

I found it quirky, satire, humorous, a fun to read. Overall, it's a good read. Untuk buku ini saya memberikan rating tiga setengah bintang.